Sedayu rinduku membuncah mengingatmu pada jumpa awal itu.
Riuh redam seakan tak bernyawa.
Hanya diam yang kupunya.
Sudah seminggu kugenggam wanita yang ingin kuajak berlari.
Sudah seminggu kisah kita sebisanya.
Setaman bunga-pun tak mungkin bisa menggantikan kehadiranmu.
Tapi semoga nanti dengan setangkai bunga, aku mampu hadir didalam relungmu.
Pada diwaktu yang tidak bisa dikompromi.
Tak inginkku berimaji; lantas pula engkau.
Tapi jalani saja ini dengan sesuatu yang berisi.
Mendatangkan pandang dari pelbagai sisi.
Mencoba mencintai.
Wahai engkau yang kusebut Purnama.
Aku tak sedang bermain kata.
Tapi aku penikmat kata; hingga rasanya kuharus mencipta.
Wahai engkau yang kusebut Purnama.
Kedatanganmu sungguh kutunggu.
Apa mungkin ini jawaban Tuhan?
Wahai engkau yang kusebut Purnama.
Efekmu getir dan menjadi dilema.
Saat badai datang ditengah luas lautan.
Seperti itu engkau mempasang-surutkan hatiku.
Maka dalam kesebenarannya; bukan aku yang pantas kau puja.
Jadilah seperti biasa saja.
Tanpa ada harus kata puja.
Karena aku ini sangat sederhana.
Tanpa apapun yang kupunya.
Aku belajar mencinta.
Membangun harap demi masa ke masa.
Wahai engkau yang kusebut Purnama.
Terimakasih atas sudi dirimu; yang mau menghampiri.
Atas waktu yang kau beri.
Dengan hati yang penuh hati - hati.
Aku mencintaimu tanpa batas pada bayang imaji.
Tapi tak inginku seperti tayangan realiti.
[30 Juli 2013]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar