Aku ini bukan seorang penikmat materi fisik, seperti apa yang kau semburkan kepadaku pagi tadi. Menyentuhmu saja aku sungkan. Apalagi menikmati. Bertemupun dapat terhitung tangan. Seenaknya saja kau menilaiku seperti itu. Seolah kau tak ingin disalahkan. Hingga memutar balikkan fakta begini. Aku paham sekali bentuk fisikmu itu sangat memilukan mata yang menatap. Jadi, tak mungkin orang mengira kau yang salah atas apa yang kau tuduhkan padaku. Pasti aku.
Hebat sekali kau cepat sadari atas jawaban lama ketika rasa cinta yang mulai memudar itu salah siapa. Tak lain adalah pria yang sepatutnya disalahkan. Aku ini sangat menghargai perasaan wanita. Berbekal pengalaman yang lalu. Bukan seperti yang kau semburkan kepadaku tadi. Aku pun mengerti kau yang bermateri. Tapi, tak pantas juga kau menilaiku semacam itu. Saat hati terpasung karenamu. Tetap kumantapkan hatiku untukmu. Walaupun cercaan datang terus menerus. Tak mengapa. Asalkan aku tetap memilikimu. Aku tidak memanfaatkan apapun darimu. Tak pernah terlintas bahkan. Begitu dalam rasa ini, hingga tak mampu kugenggam tanganmu. Sekalipun kau yang menyodorkannya dahulu. Tak sempat juga kumelihat senyum lepasmu. Terlalu terburu kau mengadiliku.
Tak ada yang tahu pasti, siapa yang salah, siapa yang benar. Yang jelas kuhanya tak menyangka kau melakukan ini kepadaku. Saksi pun juga tak mungkin ada. Karena setahuku, hubungan ini pun terselubung dari segala duniamu dan duniaku. Jadi, apa yang terlintas dibenakmu? Masa lalumu kah? Atau ketakutanmu kah? Penyakit lamamu kah yang sering berganti? Atau mungkin kesalahan yang terletak padaku?
Setelah pagi itu. Aku berusaha untuk tidak ingin tahu dimana kau berada. Dan tak juga ingin bertanya – tanya, sedang apa kau disana. Malas saja. Bukan malas tepatnya, tapi memang tidak ingin. Buang waktu saja. Tetapi, pasti saja ada kejadian yang mengingatkan tentangmu. Entah apa. Tapi, tak mungkin kumelupakan saat kita bersama untuk beberapa hari saja. Saat kutatap lekukmu yang tak sedikit perubahannya. Aneh. Ternyata tampilan fisik serta kelakuanmu berbanding terbalik dengan sifat yang kau miliki. Selalu kupertimbangkan tawaran teman agar tak menjalin denganmu. Tapi, rasanya berat saja membiarkan kesempatan selagi terbalasnya suratku.
Tak menetu arahmu saat kau dalam genggamanku. Kutawarkan kau untuk mengatur, kau tidak ingin. Diaturpun kau enggan. Bahkan aku tak yakin bisa mengerti kemauanmu. Saatku tak tahu apa yang mesti kuperbuat, aku terus tetap mengejarmu dan meyakinkanmu bahwa aku bukan pria seperti yang kau sangka. Tetap gigih mengejarmu. Hingga aku terduduk memojok disudut ambang keputusasaan. Disudut itu kukaji kembali apa yang membuatmu begitu tega terhadapku. Dan selalu kupertimbangkan baik buruknya jika terus bersamamu. Bahwasanya, hati ini bisa termakan daya pikatmu untuk melakukan apa saja demi cinta yang begitu dalam. Bukannya aku takut mengorbankan segala apa yang aku miliki. Tapi, memang tidak pantas saja jika terlalu heboh mendewakan cinta diatas segalanya. Mungkin, nantinya agak miring sebelah antara prioritas utama hidup dengan cinta. Untuk yang satu ini tak ada tawar – menawar dalam menela’ah cinta. Egoisme untuk menjadi yang paling terbaik dalam hidup itu merupakan jalan terbaik bagi setiap manusia. Bahkan tak segan – segan menaruh cinta diurutan terbelakang sebelum kesuksesan tercapai. Karena dianggap sebagai penghalang saja, menurutku.
Apa aku terlalu munafik seperti apa yang dikatakan temanku? Menurutku tidak juga, karena memang begitu keadaannya. Ini bukan fiktif saja. Atau karangan belaka, demi meraup uang yang tak terduga. Setelah kudapat satu per satu jawaban dari akhir perenunganku saat terpojok disudut ambang keputusasaan. Kuputuskan untuk berlari kearah semula, untuk tetap berjalan diprioritas utama hidupku itu. Yaa, walaupun tidak berlari juga tak mengapa. Akhirnya, kutaruh juga diurutan paling terbelakang rasa cinta itu. Biarkan saja berdiam diri. Mungkin bisa membuat ia puas setelah memakiku. Yang jelas – jelas bukan kepribadianku. Kupastikan bahwa itu hanya alasan klasik ia saja demi membangun diri ini. Atau mungkin ia hanya ingin membalas dendam atas pesakitan hatinya karena pria lain, yang mungkin benar – benar jelas menikmati indah fisiknya saja. Atau mungkin ia sudah enggan bersamaku lagi. Jadi memberi alasan yang sungguh sempurna. Alasan klasik jika cinta yang memudar itu yang salah siapa.
Terkadang manusia modern pun masih menganut paham lama itu, seperti apa yang kupaparkan tadi. Ada kalanya rasa cinta itu memudar bukan hanya dari pihak yang memulai saja. Bahkan yang hanya menerima kedatangan cinta juga bisa memudarkan rasa cinta itu. Lain cerita, jika kita pernah tersakiti karena suatu kejadian terdahulu, tapi tidak sepatutnya pula membalas pesakitan hati kita karena orang lama kepada orang baru. Dunia punya segudang cerita terdahulu, yang bahkan masih dianut pahamnya. Begitu juga cinta, memiliki kejadian lalu yang masih menjadi bahan utama untuk mempertimbangkan kejanggalan terhadapnya. Jadi, berpandai – pandailah kita mengaris bawahi semua kejadian yang pernah terjadi, mau besar ataupun kecil. Karena sesungguhnya Tuhan tidak menciptakan skenario yang sesuai urutan setiap episodenya. Kadang ada yang terjadi berkepanjangan. Dan ada pula yang tidak tersusun rapih urutannya, maka kita mesti perlu merunutnya menjadi satu kesatuan yang sempurna. Lalu memahami apa yang terkandung didalamnya, sehingga kita mampu menyusun rangkaian rencana untuk masa depan kita.
suka banget yang ini.. mengisahkan keseharian kehidupan, simple tp dalam artinya.. yg rata2 smua org rasakan.. cb bikin lagi 'ngga yg punnya alur crita kaya cerpen gitu.jd ada awal dan akhir cerita nya yg sad ending atau happy ending hihihih... jd ada nama a,b dan c sebagai pemeran. :)
BalasHapus